Nasional

AMNESTI HASTO KRISTIYANTO, PRABOWO GUNAKAN HAK PREROGATIF

Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI resmi memberikan persetujuan atas permintaan Presiden Prabowo Subianto untuk memberikan Amnesti kepada Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan, Hasto Kristiyanto. Persetujuan tersebut diumumkan langsung oleh Wakil Ketua DPR RI, Sufmi Dasco Ahmad, dalam konferensi pers di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (31/7/2025) malam.
“Pemberian persetujuan dan pertimbangan atas Surat Presiden Nomor R42/PRES/07/2025 tanggal 30 Juli 2025 tentang amnesti terhadap 1.116 orang yang telah terpidana, diberikan amnesti, termasuk saudara Hasto Kristiyanto,” ujar Dasco.
Amnesti yang diberikan merupakan bagian dari hak prerogatif presiden sebagaimana diatur dalam Pasal 14 ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945. Keputusan ini diambil setelah Kementerian Hukum dan HAM mengusulkan permohonan amnesti kepada Presiden Prabowo.
“Khusus kepada yang disebut tadi, kepada Bapak Hasto, juga Kementerian Hukum yang mengusulkan kepada Bapak Presiden bersama-sama dengan 1.116 orang lainnya dengan berbagai pertimbangan,” ungkap Menteri Hukum dan HAM, Supratman Andi Agtas, yang turut hadir dalam konferensi pers tersebut.
Hasto Kristiyanto divonis 3 tahun 6 bulan penjara oleh Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta Pusat, Jumat (25/7/2025). Ia terbukti menyuap Komisioner KPU 2017–2022, Wahyu Setiawan, sebesar Rp 400 juta dalam upaya meloloskan Harun Masiku sebagai anggota DPR melalui mekanisme Pergantian Antar Waktu (PAW).
Hakim juga menjatuhkan denda sebesar Rp 250 juta kepada Hasto, dengan ketentuan subsider kurungan 3 bulan apabila tidak dibayar. Vonis ini lebih ringan dibandingkan tuntutan jaksa KPK yang menuntut Hasto dengan 7 tahun penjara. Dalam putusannya, hakim menyatakan bahwa dakwaan merintangi penyidikan oleh Hasto tidak terbukti.
Pemberian Amnesti terhadap Hasto Kristiyanto diprediksi akan memicu perdebatan di ruang publik. Di satu sisi, langkah ini menunjukkan penggunaan kewenangan konstitusional presiden dalam bidang hukum. Namun di sisi lain, publik dan kalangan antikorupsi mempertanyakan apakah kebijakan tersebut akan berdampak negatif terhadap upaya pemberantasan korupsi di Indonesia.

 

(DEDDI)

You can share this post!

0 Comments

Leave Comments